Posted by : Unknown
Jumat, 08 Agustus 2014
Judul : Who Are You?
Rating : RBO
Length : Oneshot
Genre : OC, Romance, Drama, Non-Canon
Author : Tika Kirana
Cast :
Cho Kyuhyun aka Kyuhyun, Lee Jong Hyun aka Jong Hyun.
***
Aku berkeliling di rak buku
perpustakaan favoritku. Setelah cukup lama mencari buku yang diinginkan,
akhirnya aku berhenti di salah satu rak dan mengambil buku. Namun, aku terkejut
saat ada tangan lain yang juga meraih buku tersebut. Dengan spontan aku menoleh
kesamping dan melihat seorang yeoja cantik.
“Ah, mianhae. Kamu saja yang ambil
bukunya. Maaf,” kata yeoja itu malu-malu.
“Ah, tidak apa-apa untukmu saja. Aku
akan mencari buku yang lain. Jangan khawatir,” jawabku sambil tersenyum manis.
“Tidak usah, kau yang melihatnya
duluan. Aku akan menanyakan pada petugas apakah ada buku lain yang sama,” kata
yeoja itu kemudian pergi kearah tempat petugas perpustakaan.
“Yeoja itu manis sekali.”
kataku dalam hati.
Aku lalu berjalan menuju meja
terdekat untuk membaca buku tersebut. Tak lama kemudian teleponku berbunyi.
Semua mata melihat kearahku. Aku pun membungkukkan badan seraya meminta maaf
kemudian menjawab panggilan tersebut.
***
Yeoja cantik berambut hitam sebahu ini dari tadi
memperhatikan Kyuhyun dari meja yang
tidak jauh dari tempat namja itu duduk tapi ia tampak tidak menyadarinya. Yeoja
itu terus menatap Kyuhyun yang sedang asyik membaca buku.
“Ah tampannya namja itu. Dia
bahkan rajin sekali kesini. Tapi kenapa namja itu terasa tidak asing
bagiku. Apakah aku harus menghampirinya dan menanyakannya?,” yeoja itu
tampak berbicara sendiri sambil sesekali tersenyum. Saat ia hendak berdiri dan
melangkah menghampiri namja itu, langkahnya terhenti ketika melihat namja itu mengangkat telepon.
Ia kembali terpaku saat melihat namja itu melangkah kearah meja petugas
dan berjalan keluar. Yeoja berpakaian hangat cokelat itu kembali duduk sambil merekatkan kembali
baju hangatnya dan merengutkan bibirnya. Lalu bergegas pergi.
***
“Hyung, apakah kau ada waktu
makan bersama sekarang? Hyung ada di perpustakaan seperti biasa kan? Aku
ada di rumah makan favorit kita yang didekat situ, cepatlah datang Hyung
aku sudah lapar,” adiknya Jong Hyun menutup telepon sebelum ia sempat
berbicara.
“Apa-apaan Jong Hyun ini. Aku belum mengatakan
iya atau tidak, Ia sudah menutup telepon. Ah jinjja. Tapi baiklah aku
juga sudah lapar.”
Aku keluar dari perpustakaan setelah
meminjam buku yang tadi kubaca. Berjalan bergegas menuju rumah makan yang
dikatakan Jong Hyun, adikku. Jong Hyun berbadan tinggi namun sedikit lebih
pendek dariku yang memiliki tinggi 180cm. Kami hanya terpaut dua tahun. Saat
ini aku yang menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja di salah satu
bimbingan belajar sebagai guru Matematika di sore sampai malam hari sedang di
pagi hari aku berkuliah di salah satu universitas terkenal di Seoul setelah
mendapatkan beasiswa. Aku dan Jong Hyun tinggal di sebuah rumah kontrakan
sederhana dengan biaya sewa rendah setelah mengalami kecelakaan mobil saat aku
duduk di kelas dua SMP. Untungnya aku dan adikku berhasil selamat namun orang
tua kami meninggal dalam kecelakaan tersebut. Sejak saat itu, aku menjadi
penjaga bagi Jong Hyun.
Sesampainya dirumah makan, aku melihat Jong Hyun yang melambai ke arahku.
Kami duduk dibagian belakang rumah makan. Jong Hyun sedang membolak-balikkan
daging di atas panggangan. Saat aku duduk, dia menuangkan minuman ke gelas dan
memulai perbincangan.
“Kyuhyun Hyung, bagaimana
harimu? menyenangkan tidak?,” tanya Jong Hyun begitu bersemangat.
“Seperti biasanya. Aku pergi kuliah
di pagi hari dan mampir sebentar ke perpustakaan. Kemudian kau menelepon dan aku
datang ke sini menemuimu. Ada apa kau memanggilku kesini? Ada yang ingin kau
bicarakan?,” jawabku dengan senyum manis tersungging di bibir. Aku menatap
kearah Jong Hyun sepertinya ada yang ingin dia katakan.
“Hyung, kenapa kau selalu tahu
aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu? Aku bahkan sudah merahasiakannya dari
beberapa hari yang lalu,” Jong Hyun menyandarkan badannya ke kursi.
“Baiklah, anggap saja aku belum tahu
apa-apa. Jadi katakanlah,” aku mengalah.
“Baiklah,” Jong Hyun mulai bersemangat
kembali. Ia memajukan badannya kearah meja. “Aku baru saja diterima bekerja
Hyung. Meskipun gajinya tak begitu besar tapi aku rasa bisa membantu Hyung
untuk memenuhi segala kebutuhan kita. Aku mulai bekerja besok Hyung,”
cerita Jong Hyun dengan gembira.
“Kau tak seharusnya ikut bekerja
biarkan Hyung saja. Kau seharusnya mempersiapkan studimu tahun depan.
Aku sudah menabung untuk itu. Hyung tidak apa bekerja sambil kuliah. Itu
sudah tugasku untuk menjaga dan merawatmu setelah kejadian itu.” aku
menjelaskan.
“Hyung, sudah berapa kali aku
bilang. Aku tidak berbakat di sekolah, akan membuang uang Hyung saja
kalau aku jadi melanjutkan studi. Lagipula Hyung, Aku tidak suka berada
dikelas dan mengerjakan soal, itu membuatku pusing. Jadi Hyung,
berhentilah menyuruhku melanjutkan studi, oke?,” wajahnya penuh harap.
“Dasar kau ini. Lalu bagaimana aku
bertanggung jawab kepada Ayah dan Ibu nantinya?,” aku tidak juga mengalah.
“Aku akan membantumu Hyung,
tenang saja. Ayah dan Ibu tidak akan memarahimu. Mereka justru akan bangga
dengan kegigihan dan kerja kerasmu untuk menjagaku. Percayalah,” kata Jong Hyun
tak mau kalah.
“Baiklah, baiklah.” aku menyerah.
“Hyung yang terbaik” kata
Jong Hyun sambil mengacungkan kedua jempolnya.
Kami tertawa ditengah dinginnya
cuaca Seoul saat ini. Memberi rasa hangat ditengah udara yang semakin dingin.
Kami menikmati makanan yang disajikan oleh pelayan. Sesekali bercanda dan
kembali tertawa. Meninggalkan sejenak kepedihan yang harus kami jalani selama ini.
***
Yeoja itu melihat Kyuhyun tertawa dengan seorang
pemuda di salah satu meja makan di belakang rumah makan langganannya. Pemuda
itu tampak lebih muda dari namja itu. Mereka terlihat sama. Ah, dia sepertinya akrab sekali dengan
pemuda itu. Dia kembali memperhatikannya dari kejauhan. Sambil sesekali
meminum kopi yang di pesan, Ia melihatnya tersenyum dan mengobrol dengan pemuda
itu. Namja itu membuatnya penasaran. Sepertinya ia tidak sekali ini melihatnya,
tapi entah dimana ia tidak ingat. Dan pemuda yang disampingnya itu seperti
mengingatkannya pada seseorang yang baru-baru ini ia temui, tapi ia tidak juga
mengingatnya. Ah, sial. Ingatanku sangat payah. Ya, sejak penyakit
kanker beberapa tahun lalu, ingatannya memang memburuk. Namun untunglah ia bisa
kembali dan hidup normal meskipun fisiknya tidak selalu sehat. Fokus yeoja
itu buyar saat seseorang memegang pundaknya. Tubuhnya tegang dan ia berhenti
menarik napas . Perlahan ia menolehkan pandangannya kebelakang.
“Ajumma, kau mengagetkanku
saja. Ada apa?,” kata yeoja itu pada ajumma pemilik rumah makan
ini sambil menghembuskan napas yang sempat tertahan.
“Elle, cepatlah pulang. Ayahmu
menuju kesini untuk mencarimu. Sepertinya dia mabuk lagi. Cepatlah.” kata ajumma.
Raut wajahnya sangat cemas dan ketakutan.
Rasa ketakutan itu kembali menjalar
ke seluruh tubuhnya. Ia segera berdiri dan berjalan cepat kearah pintu
belakang. Tubuhnya gemetaran membayangkan Ayahnya yang sedang berjalan menuju
ke tempat ini. Sampai tak sengaja ia menyenggol meja sampai menumpahkan minuman
ke lantai. Ia melihat namja itu didepannya. Astaga, kenapa aku
menyenggol meja namja itu, bodoh. Ia
segera membungkukkan badan kearah namja itu dan meminta maaf lalu pergi
dengan segera. Sebelum menutup pintu ia melihat kearah namja itu yang
masih melihat ke arahnya dengan tatapan kebingungan. Namun ia segera menutup
pintu setelah melihat Ayahnya memasuki rumah makan.
***
Aku terkejut dan menoleh kesamping
saat ada yang menyenggol meja. Jong Hyun yang sedari tadi sibuk memanggang
daging untuk kami berdua pun menghentikan kegiatannya sejenak. Saat yeoja berpakaian
hangat cokelat yang menyenggol mejaku mengangkat kepalanya, aku seperti
mengenal wajahnya. Aku ingin membantunya berdiri namun yeoja itu sudah
berdiri dan membungkukkan badan seraya berlalu pergi. Aku melihatnya pergi
dengan tergesa-gesa kearah pintu belakang. Saat yeoja itu ingin menutup
pintu, mata kami sejenak bertatapan lalu Ia menutup pintunya.
“Hyung, apa Hyung
mengenal yeoja itu?,” tanya Jong Hyun begitu Aku menoleh kembali
kearahnya.
“Ah, tidak. Tapi sepertinya aku
bertemu dia tadi. Apa kau mengenalnya?” aku penasaran.
“Iya Hyung, dia berkerja di
tempat yang sama denganku. Yeoja itu cantik sekali Hyung.” Jong
Hyung kembali memanggang daging dan melahap makanannya.
Aku masih berusaha mengingat dimana aku
bertemu yeoja itu. Tidak salah lagi. Dia yeoja yang kutemui di
perpustakaan tadi. Namun rasanya, aku bertemu dengan yeoja itu
sebelumnya tapi entah dimana. Tapi apa yang membuatnya begitu ketakutan?, Lalu
kenapa aku memikirkan hal itu?, Aku kembali memasukkan daging ke mulutku sampai
akhirnya kudengar keributan di pintu depan. Seorang pria paruh baya menerobos
masuk ke rumah makan. Para pengunjung tampak ketakutan. Pria itu tampaknya
sedang mabuk sampai tak bisa berdiri dengan benar. Pakaian lusuh dan rambutnya
berantakan. Ia berteriak memanggil nama seseorang. Samar-samar aku mendengar
nama yang ia cari, Elle. Siapa dia? Kenapa pria ini mencarinya?, Aku dan Jong Hyung melihat sekeliling
sekiranya pria itu menemukan orang yang ia cari. Aku kembali memperhatikan pria
itu yang kini sedang berbicara dengan pemilik rumah makan. Ia tampak sangat
marah dan mendorong ajumma itu dan berjalan mendekati arah mejaku.
Beberapa pengunjung menolong ajumma untuk bangun dan mencegah pria itu
kearah pintu belakang. Tapi tetap saja pria itu berhasil menerobos dan tak
keluar lagi.
Tiba-tiba aku teringat dengan yeoja
yang tadi melewati pintu belakang yang sama. Apakah pria ini mencari yeoja
itu. Apakah ini alasan yeoja itu pergi terburu-buru dan terlihat begitu
ketakutan hingga tubuhnya gemetaran? Mungkin saja. Tapi kenapa aku begitu
peduli dengan yeoja itu? Kenapa aku memikirkan hal ini? Ah sudahlah. Dia
hanya yeoja yang tadi pagi tak sengaja aku temui di perpustakaan dan tak
sengaja bertemu lagi disini.
“Hyung, Hyung. Apa kau
mendengarkanku? Hyung,” suara Jong Hyun membuyarkan lamunanku.
“Tentu saja. Memangnya aku sedang
melamun?,” kataku setelah minum air putih, mencoba meyakinkan.
“Memang nyatanya Hyung sedang
melamun,” jawab Jong Hyun dengan mata yang disipitkan. Ia tampak tidak percaya
dengan jawabanku tadi.
“Baiklah, kau yang selalu tahu,” jawabku
pasrah. Akupun menceritakan apa yang sedari tadi mengganggu pikiranku tentang yeoja
tadi. Jong Hyun selalu menjadi pendengar yang baik.
“Sepertinya ada yang salah dengan yeoja
itu Hyung. Aku akan menanyakan hal ini saat aku bertemu dengannya di tempat
kerja. Tenang saja Hyung, kau bisa mengandalkanku.” Jong Hyun menepuk
pundakku dan tersenyum. Ia mengajakku untuk mengakhiri makan siang. Kami
berjalan sampai ke depan gang dan berpisah jalan.
***
Elle duduk dengan mendekap erat
kedua kakinya di pojok kamarnya. Ia berharap pria paruh baya itu tidak datang
mencarinya disini. Tubuhnya masih gemetaran. Melihatnya di rumah makan tadi
saja cukup membuatnya takut dan kehilangan kekuatannya. Sekelebat bayangan Ayahnya
yang memukulnya tanpa ampun muncul. Membuat tubuhnya makin gemetar hebat. Ya,
pria paruh baya yang pergi mencarinya di rumah makan tadi adalah Ayahnya. Ia
mulai menangis. Namun segera ia menghentikan tangisnya saat ia mendengar pintu
gerbang diketuk dengan kerasnya. Ayahnya datang. Elle ingin kembali menangis
namun tangisnya tertahan. Ia berharap Ayahnya yang mabuk segera pergi dan tak
pernah kembali. Hidupnya sudah menderita sejak ia kehilangan ibunya yang sakit
akibat sering dianiaya oleh Ayahnya. Ayahnya kini semakin menjadi. Ia bahkan
tak segan melemparkan barang apa saja yang ada didekatnya untuk melampiaskan
amarahnya atau[un memukulnya dengan tongkat bambu kemudian pergi beberapa lama
dan kembali lagi dengan mengulangi hal yang sama.
Elle terkejut saat pintu kamarnya
terbuka dengan kencang. Ia melihat Ayahnya berdiri menatap dirinya. Matanya
penuh dengan amarah. Elle bergerak mundur mencoba mencari perlindungan.
Badannya semakin gemataran. Ia kembali menangis. Ayahnya makin mendekat dengan
sebuah tongkat bambu dalam genggamannya.
“Apa yang kau lakukan hah? Beraninya
kau pergi dan tak ada dirumah saat Aku pulang. Beraninya kau!!.” amarah Ayahnya
meledak. Ayunan bambu menghujam ketubuh Elle bertubi-tubi. Ia hanya bisa
berteriak memohon dan menangis namun Ayahnya tak peduli.
***
Seminggu setelah kejadian di rumah
makan itu, aku tidak pernah melihat yeoja itu lagi. Jong Hyun pun
mengatakan yeoja itu izin tidak masuk kerja sejak hari itu. Aku mulai
gelisah sekarang. Apa yang terjadi dengan Elle. Ya, keesokan harinya aku
diberitahu Jong Hyun nama yeoja itu. Dia hanya tinggal berdua dengan Ayahnya
yang sering mabuk-mabukan. Tapi tak banyak yang adikku dapatkan. Yeoja
itu terlalu tertutup.
Aku berjalan keluar dari kelasku ketika
melihat seseorang lewat didepanku. Rambut hitam sebahu itu mengingatkanku pada
seseorang. Aku berpikir sejenak dan akhirnya mengejar yeoja itu. Saat aku
menemukannya ia sedang duduk di sebuah bangku taman belakang kampus. Tidak
salah lagi, itu Elle. Aku menghampirinya dan duduk disampingnya. Yeoja
itu sedang bersandar di bangku dengan mata tertutup. Sepertinya sedang ada yang
ia pikirkan.
Aku duduk disampingnya sudah hampir
dua jam. Elle sama sekali tidak berubah posisi sedari tadi. Aku
memperhatikannya. Sepertinya ia baik-baik saja. Tapi ada beberapa memar ditangannya
meskipun itu sudah tidak terlihat begitu jelas. Sepertinya ia sedang
mengalami masa sulit tapi ia baik-baik saja. Haruskah aku membangunkannya dan
menanyakannya? atau aku biarkan saja ia duduk sendirian disini?.
Aku memutuskan untuk meninggalkannya
sendirian. Sudah lama juga aku menemaninya duduk. Saat aku beranjak
meninggalkannya, langkahku tertahan. Yeoja itu memegang tanganku.
“Jangan pergi. Aku tidak ingin
sendirian. Sebentar saja. Sebentar lagi,” yeoja itu menatapku lekat.
Aku kembali duduk. Yeoja itu
sekarang sedang menatapku lalu tersenyum. Indah sekali. Ia mengingatkanku pada
seseorang.
“Aku baik-baik saja, jangan
khawatir. Akhirnya kita bertemu lagi,” kata yeoja itu seakan tahu yang
aku pikirkan sedari tadi tentangnya.
“Ah, syukurlah kalau begitu. Iya
akhirnya kita bertemu lagi. Pantas saja aku seperti mengenalmu saat kita
bertemu di perpustakaan tempo hari. Aku Cho Kyuhyun. Panggil Kyuhyun saja,”
sapaku sambil mengulurkan tangan kepadanya.
“Aku sudah tahu namamu. Siapa yang
tidak kenal denganmu di kampus ini?,” yeoja itu menyambut uluran tanganku dan tersenyum
lagi.
“Aku juga tahu namamu. Elle,” yeoja
itu tampak terkejut tetapi akhirnya ia tersenyum kembali.
“Pertemuan kita unik ya. Di waktu
yang unik juga hehehe. Aku juga ingin berterima kasih dan meminta maaf kepadamu
atas kejadian waktu itu,” katanya malu-malu.
“Tidak apa-apa. Kau baik-baik saja
waktu itu?,” ucapku.
“Selalu tidak baik saat bertemu Ayahku.”
senyum Elle memudar. Ia lalu menceritakan kejadian hari itu dan perlakuan Ayahnya
terhadapnya. Ia tampak begitu ketakutan dan cemas saat menceritakannya. Elle
menangis. Mengulang kembali cerita itu pasti menyiksa batinnya. Dengan spontan aku
menarik badannya kearahku. Membiarkannya menumpahkan segala yang ia rasakan.
Elle menangis cukup lama hingga akhirnya ia tertidur didekapanku. Sebisa mungkin aku membuatnya nyaman dengan
posisinya yang seperti sekarang namun kenyataannya aku sendiri yang tidak
merasakan demikian. Saat ia bangun nanti aku akan mengantarkannya pulang.
***
Elle menyandar pada bangku taman belakang
kampusnya dan memandang langit dengan mata terpejam. Ah nyamannya.
Beberapa saat kemudian ia menyadari ada seseorang yang datang dan duduk
disampingnya. Elle sebenarnya tidak tidur hanya saja ia menikmati posisinya
saat ini. Dua jam sudah berlalu tapi seseorang disampingnya tidak juga pergi. Saat
ia merasa seseorang disampingnya berdiri ia lalu membuka mata dan memegang
tangan orang tersebut yang ternyata seorang namja.
“Jangan pergi. Aku tidak ingin sendirian.
Sebentar saja. Sebentar lagi.” hanya itu yang keluar dari mulut Elle.
Ia terkejut saat namja itu
membalikkan badannya dan menatapnya. Tuhan, bukankah ini namja itu?,
Sekarang namja itu sedang duduk disampingnya dan kembali menatapnya. Elle
hanya bisa tersenyum. Namun sudah lama ia tidak tersenyum. Ia takut ini
bukanlah senyum terbaiknya. Karena namja itu belum berbicara kepadanya.
“Aku baik-baik saja, jangan khawatir. Akhirnya
kita bertemu lagi.” Elle mencoba memulai perbicangan. Namja itu akhirnya
merespon. Ia memperkenalkan namanya. Ah benar saja. Ia adalah Cho Kyuhyun yang
aku kenal. Dia masih setampan, sepopuler dan sepintar dulu. Dan sekarang mereka duduk bersama di sebuah bangku taman.
Mereka akhirnya mengobrol. Elle
menceritakan kisahnya hari itu dan bagaimana perlakuan Ayahnya kepadanya. Saat
menceritakan hal itu, air matanya tumpah lagi. Ia bahkan sudah berjanji untuk
tidak menangis. Sekarang saat ada namja yang begitu ia kagumi berada
dihadapannya dan mendengar kisahnya, ia menangis lagi. Namun ia tidak bisa
menahannya. Elle begitu terkejut saat tangan Kyuhyun menarik tubuhnya dalam
dekapannya. Sejenak Elle berpikir kalau ini tidak nyata. Namun saat merasakan
hangat tubuh namja itu ia akhirnya menyadarinya. Ia masih terus menangis.
Setelah beberapa saat ia tertidur.
Sebenarnya Elle tidak sepenuhnya
tertidur, ia hanya merasa semakin nyaman dalam dekapan Kyuhyun. Ia masih
sehangat dulu. Lama Elle mempertahankan posisinya sampai akhirnya Kyuhyun
mulai banyak bergerak. Ia akhirnya memutuskan bangun. Kyuhyun menawari untuk
mengantarnya pulang. Tentu saja Elle dengan senang hati menerimanya. Perjalanan
pulang Elle kali ini sangat berbeda, ia tidak takut lagi melewati jalan menuju
rumahnya. Mereka mengobrol sepanjang perjalanan hingga akhirnya Elle tiba
didepan rumahnya. Saat Kyuhyun berjalan pulang Elle masih memperhatikannya.
Ia masih Kyuhyun yang dulu.
***
Sejak saat itu, aku dan Kyuhyun
sering menghabiskan waktu bersama. Tak jarang kami juga mengajak Jong Hyun,
adiknya. Seperti tadi siang kami bermain di taman hiburan. Menyenangkan
sekali. Kami bermain sampai sore dan Kyuhyun kembali mengantarku pulang. Aku
mencoba menutup mata namun tidak juga tertidur. Pertanyaan Jong Hyun di taman
hiburan tadi begitu mengganggu pikiranku. Apakah noona menyukai Hyung?,
pertanyaan itu selalu terngiang-ngiang di pikiranku. Apakah aku terlalu kentara
memperlihatkan perasaanku kepada Kyuhyun. Ah sial. Tapi apakah Kyuhyun tidak
menyadarinya. Aku semakin gila memikirkan semuanya. Aku lalu teringat perkataan
Jong Hyun yang mengatakan Kyuhyun akan berulang tahun. Ah, benar sekali. Kado
apa yang akan kuberikan kepadanya. Aishhh semakin aku memikirkan namja
itu semakin aku pusing dibuatnya. Tapi bersamaan dengan itu hatiku terasa
hangat. Tetapi rasa hangat itu langsung lenyap saat aku melihat bayangan
yang berdiri di ambang pintu kamarku.
***
Tiba-tiba saja aku memikirkan Elle
saat menyelesaikan tugas kuliahku. Mencoba untuk tetap fokus pada rumus
matematika namun aku akhirnya menyerah. Rasa gelisah menyelinap, membuatku
tidak tahan untuk segera berlari kerumah Elle. Aku menghentakkan tanganku ke
meja belajar hingga tak sadar membuat Jong Hyun bangun.
“Hyung ada apa?,” Jong Hyun
bertanya tapi aku tidak menjawab. “Apa yang kau pikirkan Hyung?,” Ia bertanya
lagi. “Elle Noona? apa kau memikirkannya? apa kau merindukannya Hyung?,”
pertanyaan terakhir itu membuatku menoleh kearah adikku yang sedang duduk di
tempat tidur. “Pergilah Hyung, lihatlah keadaannya kalau kau khawatir.” Tanpa
berpikir panjang aku langsung menyambar jaket di belakang pintu dan berlari
keluar. Secepat mungkin aku ingin sampai kerumah Elle. Aku harus menyampaikan
perasaanku.
Napasku terengah saat sampai di
depan rumahnya. Ku atur napasku sebelum benar-benar mengetuk pintunya. Saat
ingin mengetuk pintu, pintu itu terbuka dengan kasar. Seorang pria paruh baya
keluar dengan tongkat bambu berada di tangan kirinya. Aku segera bersembunyi. Pria itu pasti Ayah
Elle yang sedang mabuk seperti malam itu. Gawat. Apa yang terjadi dengan Elle
di dalam? Apa dia baik-baik saja?, Bodoh! Elle selalu tidak pernah baik jika
ada Ayahnya. Ingin rasanya masuk ke dalam rumah dengan segera namun Ayah Elle
berjalan keluar pintu dengan lambat karena sempoyongan. Namun akhirnya Ayah
Elle pergi dan aku terburu-buru masuk rumah. Dengan panik aku mencari Elle di
semua ruangan. Sampai akhirnya aku menemukannya tergeletak di lantai di sebuah
kamar belakang rumahnya. Segera aku mendekatinya dan mendapatkan tubuhnya penuh
luka.
“Elle bangun. Elle. Aku mohon
bangunlah. Elle” tidak ada jawaban. Akhirnya aku menggendongnya dan membawanya
ke rumah sakit. Aku menelepon Jong Hyun untuk tidak cemas dan membawakan
pakaian serta makanan keesokan harinya. Melihatnya berbaring penuh luka seperti
ini membuat hatiku sakit.
***
Beberapa hari kemudian, begitu
mendengar Elle siuman aku terlalu senang hingga memutuskan untuk berlari sampai
rumah sakit meskipun jaraknya cukup jauh dari kampus. Semakin dekat dengan
rumah sakit, semakin cepat aku berlari. Sesampainya di ruang dimana Elle
dirawat, aku baru menyadari dadaku sangat sesak karena berlari. Setelah
mengatur napas beberapa saat, aku masuk ruangan dan memeluk Elle. Senang
melihatnya bisa siuman dan bisa memeluknya seperti ini. Aku melepaskan
pelukanku saat Jong Hyun berdeham kecil.
“Ah Jong Hyun kau sudah istirahat
dan makan?,” aku mulai salah tingkah.
“Harusnya aku yang berkata begitu
kepada Hyung,” jawab Jong Hyun seraya tersenyum. “Baiklah aku akan
keluar sebentar Hyung.” sambil berjalan keluar.
Sekarang tinggal kami berdua. Aku
menatap wajah pucat Elle. Meski begitu Ia masih terlihat cantik. Kuraih
tangannya yang masih lemah.
“Elle, kau harus segera sembuh. Ada
yang ingin kukatakan kepadamu, banyak sekali. Arasso?,” ucapku tulus.
“Hmm. Aku juga ada yang ingin kukatakan
kepadamu.” kini tangannya menggenggam tanganku.
Aku melihat kedua mata indahnya menatap mataku.
“Gomawo Kyuhyun. Aku harap aku bisa selalu bersamamu. Aku ingin segera
keluar dari sini dan mempersiapkan semuanya,” katanya sambil tersenyum.
“Apa maksudmu berbicara seperti itu,?”
tanyaku bingung.
“Tidak ada.” dia memelukku erat. Aku
membalas pelukannya meskipun masih bingung dengan yang baru saja Ia katakan.
***
Saat hari dimana aku siuman,
sebenarnya aku sudah sadar sedari pagi. Namun kuputuskan untuk menunggu. Tepat
saat itu, dokter masuk ke ruangan dan sedikit berbincang dengan Jong Hyun
tentang keadaanku yang semakin memburuk akibat perlakuan Ayah. Dokterpun sudah
pasrah dengan keadaanku yang tidak menunjukkan perkembangan. Mendengar hal ini,
aku semakin yakin dengan keputusan yang sudah aku rencanakan.
Sebelum Kyuhyun datang, aku menyusun
rencana dengan Jong Hyun untuk membuat surprise untuk Kyuhyun yang lusa akan
berulang tahun. Meskipun di awal Jong Hyun tidak setuju dengan ideku mengingat
kesehatanku yang mungkin saja menurun, akhirnya Ia harus menyerah setelah aku
memohon. Aku sekarang berada di rumah kontrakan Kyuhyun. Ia tidak
memperbolehkanku pulang ke rumah setelah dokter memperbolehkanku pulang. Aku
dan Jong Hyun mulai mempersiapkan semuanya sebelum aku tidak bisa bertemu lagi
dengannya dan benar-benar pergi.
***
Hari ini tiga februari. Ya hari ini aku
berulang tahun. Tapi rasanya aku tidak terlalu bahagia hari ini entah kenapa. Semenjak
Elle masuk rumah sakit aku tak terlalu senang dengan semua hal kecuali yang
berhubungan dengannya. Dan sejak itu pula aku menginap di asrama kampus. Jong Hyun
kali ini tak ada dirumah, Ia pergi sejak pagi untuk mengantar Elle kerumah
saudaranya. Elle memutuskan untuk tidak lagi tinggal disini. Meskipun Ia tak
secara jelas menjelaskan alasannya, aku tak bisa menahannya. Jong Hyun akan kembali siang ini dan
mengajakku ke taman hiburan.
Aku bertemu Jong Hyun di wahana
terakhir kami kemari bersama Elle. Aneh rasanya, namun aku ingin
bersenang-senang hari ini. Semua wahana di taman hiburan ini aku coba bersama
adikku. Sangat menyenangkan tapi lebih menyenangkan jika ada Elle. Lelah
bermain, kami mencari minuman. Lalu Jong
Hyun mengajakku untuk menonton bioskop disini. Ini tidak seperti bioskop
biasanya, taman hiburan ini menyediakan layar besar yang di letakkan di area balap
mobil bagi para pengunjung yang berminat. Tentunya harga sewanya lebih tinggi
dibanding mencoba balap mobil disini sekali putaran. Film “Breaking Down part
2” baru diputar setengahnya, namun ada sesuatu yang aneh terjadi. Tiba-tiba
saja film dilayar berganti wajah Elle. Ah bukan, tepatnya video Elle. Aku menoleh
ke arah Jong Hyun namun Ia hanya tersenyum sambil menaikan bahunya.
“Kyuhyun-ssi, selamat ulang
tahun. Semoga kau selalu diberkati Tuhan. Aku berterima kasih kepadamu yang
sudah memberikan perhatian yang lebih dan merawatku juga melindungiku. Kalau
nanti kau dan Jong Hyun pulang cobalah masakan yang ada di meja, aku harap kau
menyukainya. Mungkin kau tidak ingat siapa aku, tapi aku harap kau akan
mengingatnya setelah kembali kerumah. Kyuhyun-ssi, aku harap dikehidupan
selanjutnya aku bertemu denganmu lebih cepat dan lebih lama. Maafkan aku sudah
merepotkanmu selama ini. Kyuhyun-ssi, saengil chukka hamnida~
Saranghae~~” Elle mengakhiri video itu dengan membuat simbol hati dengan
tangannya. Saat aku masih kebingungan namun senang, Jong Hyun mengajakku pulang dengan segera.
Benar saja, dirumah sudah tersedia
banyak makanan. Setelah menghadapi makanan, Jong Hyun memberiku sekotak kado.
Aku terkejut saat melihat jajamyeon disitu.
“Jong Hyun, siapa yang memberiku
ini?,” aku penasaran.
“Elle Noona. Hyung
tidak ingat dengannya?,” aku berpikir keras.
Setelah kecelakaan itu sebagian ingatanku tak begitu bagus. Kepalaku
mulai sakit karena mengingat. Samar-samar ingatan sebelum kejadian itu beputar
dikepalaku. Yang tahu aku menyukai jajamyeon hanya empat orang yaitu
Ayah, Ibu, Jong Hyun dan juga Eun Gi, kekasihku. Namun sejak aku kecelakaan,
Eun Gi tidak pernah terlihat lagi.
“Apa Hyung tidak mengingat
Eun Gi Noona?,” tanya Jong Hyun lagi.
“Apa Eun Gi kembali?, Apa Elle itu
Eun Gi-ku?,” Jong Hyun hanya mengangguk. Pantas saja sosok Elle seperti tidak
asing bagiku. Jong Hyun pun menceritakan bahwa Ia menghilang karena penyakit
kanker otaknya dan akhirnya memutuskan untuk kembali setelah sembuh dan
mencariku. Namun saat itu aku mengalami kecelakaan yang sangat tragis hingga Ia
memutuskan untuk tidak langsung mencariku mengingat keadaanku yang tidak
memungkinkan. Ingatanku yang sebagian tidak bisa kuingat juga menjadi alasan
bagi Eun Gi untuk tidak muncul sebagai dirinya. Ingatannya yang juga memburuk
setelah pengobatan membuatnya tidak mengingat beberapa kejadian. Dia akhirnya
pindah dan tinggal didaerah rumahku bersama Ayah dan Ibunya yang bangkrut dan
mengganti namanya menjadi Elle sambil mengingat kembali kenangan masa lalunya. Ayahnya
yang bangkrut sering mabuk-mabukan dan menganiaya Ibu dan Elle. Sampai akhirnya
Ibunya meninggal dan Elle menjadi pelampiasan amarah Ayahnya. Setelah mendengar
itu, aku mengambil handphone dan menghubunginya namun tak berhasil.
Kulihat raut wajah Jong Hyun berubah.
“Hyung, kau harus
kehilangannya sekali lagi. Dia sudah pergi sekarang” katanya sambil menunduk.
“Maksudmu?,” aku bertanya setenang
mungkin.
“Noona itu akan kembali ke
Jerman hari ini. Aku menyesal tidak memberitahumu lebih awal karena Noona
yang menyuruhku. Aku sangat menyesal Hyung,” Jong Hyun semakin menunduk.
“Yaa! kenapa kau baru memberitahuku
sekarang. Hashh kau benar-benar,”
amarahku bergejolak.
“Aku minta maaf Hyung, tapi aku
rasa masih bisa menahannya kalau Hyung bergegas. Hyung hanya
punya waktu satu setengah jam lagi.” Jong Hyun mengakhiri penjelasannya .
Aku tak begitu peduli dengan yang
diucapkan Jong Hyun tentang sisa waktuku. Aku bergegas mencari kendaraan
tercepat menuju bandara. Sial bagiku karena kendaraan yang kugunakan terjebak
macet karena kecelakaan yang terjadi di depannya. Akhirnya aku memutuskan untuk
berlari. Cukup jauh aku berlari sampai seorang pengendara motor berhenti tidak
terlalu jauh didepanku. Ah, itu Jong Hyun. Dengan segera aku naik dan Jong Hyun
melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Sepanjang perjalanan aku berharap
masih ada waktu bertemu Eun Gi.
Saat Jong Hyun memarkirkan motornya aku
berlari masuk ke bandara dan mencari Eun Gi. Aku mengelilingi hampir seluruh
bagian namun belum juga bertemu. Handphone Eun Gi juga tidak dapat
dihubungi. Kali ini dengan langkah gontai aku memutuskan untuk kembali. Namun aku
menghentikan langkahku saat melihat Eun Gi. Spontan aku menerobos keramaian dan
berhasil menariknya keluar dari antrian penumpang.
“Yaa! apa yang kau lakukan bodoh.
Pesawatku akan take off sebentar lagi. Biarkan aku pergi” bentak Eun Gi dan
berjalan pergi. Namun aku mencegahnya dan menarik tubuhnya kedalam pelukanku.
“Tidakkah kau tahu kehilanganmu akan
membuatku makin terluka?, kali ini tak akan aku biarkan kau pergi lagi.” kataku
sambil mengeratkan pelukan.
“Bodoh” Eun Gi berusaha melepas
pelukanku tapi aku tak membiarkannya.
“Ya, aku memang bodoh. Dan itu
karenamu. Jadi jangan mencoba pergi sebelum kau bertanggung jawab. Ah, dan satu
lagi kau tak boleh membuatku gila seperti ini. Jadi jangan pergi, tetaplah
disisiku seperti ini. Aku mencintaimu Eun Gi” ucapku tulus.
Aku mendengarnya terisak dibahuku.
Akhirnya Ia menyerah dan memberiku pelukan hangatnya. Ia kembali. Eun Gi
akhirnya berhasil kembali kesisiku dengan caranya sendiri tepat di hari ulang
tahunku. Kado paling indah bagiku sekarang hanya Eun Gi dan cukup Eun Gi selain
masih bisa bersama saudaraku, Jong Hyun. Terima kasih Tuhan. Terima kasih Ayah,
Ibu.
*** END ***