Posted by : Unknown Sabtu, 10 Mei 2014







https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizP7PgPHY-3a2TdWDV9tocUa7iCSIIpxc8UHK6HqGNbQJ0JdsNaYoFTfS8FT3uJN_mH9tA1Gu9vwpblAZC8mPpiTEJAbywVYPlZF5Xfps0ANof7zMUcrCA7OdPIomJgJq6Xd7g3YFioCE/s320/riba.jpg
                     

Pengertian Riba
Secara bahasa Riba berarti tambahan. Dalam istilah hukum Islam, Riba berarti tambahan baik berupa tunai, benda maupun jasa yang diharuskan pihak peminjam untuk membayar selain jumlah uang yang dipinjamkan kepada pihak yang meminjamkan pada hari jatuh waktu mengembalikan uang pinjaman itu. Riba semacam ini disebut dengan Riba Nasiah.[1]
Menurut Satria Efendi, “Riba Nasiah adalah tambahan pembayaran atas jumlah modal yang disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar oleh sipeminjam kepada yang meminjam tanpa resiko sebagai imbalan dari jarak waktu pembayaran yang diberikan kepada sipeminjam. Riba Nasiah ini terjadi dalam utang piutang, oleh karena itu disebut juga dengan Riba Duyun dan disebut juga dengan Riba Jahiliyah, sebab masyarakat arab sebelum Islam telah dikenal melakukan sesuatu kebiasaan membebankan tambahan pembayaran atau semua jenis pinjaman yang dikenal dengan sebutan Riba. Juga disebut dengan Riba Jali atau Qat’i, sebab jelas dan pasti diharamkannya oleh Al-Qur’an. Praktik Riba Nasiah ini karena dipraktekan oleh kaum Thaqif yang biasa meminjamkan uang kepada Bani Mughirah setelah waktu pembayaran tiba, kaum Mughirah berjanji akan membayar lebih banyak apabila mereka diberi tenggang waktu pembayaran.[2]
الذين يأكلون الربا لا يقومون إلا كما يقوم الذي يتخبطه الشيطان من المس ذلك بأنهم قالوا إنما البيع مثل الربا و أحل الله البيع و حرم الربا (البقرة :275)
Artinya :
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan yang lantaran penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalahdisebabkan mereka berkata, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Al-Baqarah:275). 
Uraian di atas memberikan kejelasan bahwa riba nasiah mengandung tiga unsur :
1.      Adanya tambahan pembayaran atau modal yang dipinjamkan.
2.      Tambahan itu tanpa resiko kecuali sebagai imbalan dari tenggang waktu yang diperoleh si peminjam.
3.      Tambahan itu disyaratkan dalam pemberian piutang dan tenggang waktu.
Tambahan dalam membayar utang oleh orang yang berutang ketika membayar dan tanpa ada syarat sebelumnya. Hal itu dibolehkan, bahkan dianggap perbuatan ihsan (baik) dan Rasulullah pernah melakukannnya. Dimana beliau pernah berhutang kepada seseorang seekor hewan. Kemudian beliau bayar dengan hewan yang lebih tua umurnya daripada hewan yang beliau hutangi itu[3].

 Kemudian beliau bersabda :
فإن من خيركم أحسنكم قضاء  (متفق عليه)   
Artinya :
Sesungguhnya sebaik-baiknya kamu adalah orang yang paling baik dalam membayar hutangnya.(H.R Bukhori-Muslim).
            Untuk membedakan man tambahan yang termasuk riba ata tindakan terpuji. Para Fuqaha menjelaskan, tambahan pembayaran hutang yang termasuk riba jika hal itu  disyaratkan pada waktu akad. Artinya seseorang mau memberikan hutang dengan syarat ada tambahan dalam pengembaliannya. Ini adalah tindakan yang tercela karena ada kezholiman dan pemerasan. Adapun tambahan yang terpuji itu tidak di janjikan pada waktu akad. Tambahan itu diberiakn oleh orang yang berutang ketika ia membayar yang sifatnya tidak mengikat hanya sebagai tanda terima kasih kepada orang yang tealh memberikan hutang kepadanya.[4]
Jenis kedua adalah yang disebut Riba Fadhal. Menurut Ibnu Qoyyum, Riba Fadhal ialah riba yang kedudukannya sebagi penunjang diharamkannya Riba Nasiah. Dengan kata lain bahwa riba fadhal diharamkan supaya seseorang tidak melakukan riba nasiah yang sudah jelas keharamannya. Maka Rasul melarang menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, kecuali dengan sama banyak dan secara tunai. Barangsiapa yang menambah atau meminta tambah, masuklah ia pada riba. Yang mengambil dan memberi sama hukumnya (H.R Bukhori).
Dari pengertian diatas para Fuqaha menyimpulkan bahwa riba fadhal adalah kelebihan yang terdapat dalam tukar-menukar antara benda-benda sejenis seperti emas, perak dengan  perak.
            Apakah bunga bank benar-benar telah diharamkan dalam Islam? pertanyaan ini sering kali terulang dalam masyarakat yang memiliki leluhur sosial yang berbeda. Banyak masyarakat beragumen bahwa riba yang telah diharamkan oleh Islam di dalam Al-Qur’an dan Hadits, tidaklah identik dengan bunga bank. Dalam arti, bunga bank bukanlah bagian dari riba yang telah diharamkan oleh Islam.[5]
            Tidak diragukan lagi, bahwa yang diharamkan di dalam Al-Qur’an dan Hadits adalah riba. Al-Qur’an telah mengharamkan riba dalam 4 ayat yang berbeda, dimana ayat yan pertama (30:39) diturunkan di Mekkah dan ayat 3 lainnya di turnkan di Madinah (4:161, 3:130-2, dan 2:275-81). Pada tahap pertama, Al-Qur’an menolak anggapan bahwa riba yang memerlukan, sebagai suatu perbuatan untuk mendekatkan diri atau bertaqarub kepada Allah. Allah SWT berfirman : “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”. (Ar-Rum:39).
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah mengancam akan memberikan balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba. Allah SWT berfirman: “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan Karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”.(An-Nisa’ : 160-161).[6]
Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikan pada masa tersebut. Allah berfirman “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.(Ali-Imron:130).
Tahap terakhir, Allah dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Allah berfirman: “Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut)jika kamu orang-orang yang berima. Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan, jika kam bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”. (Al-Baqarah:278-79).[7] Ayat ini diturunkan menjelang wafatnya Rasulullah SAW dan sekaligus sebagai ayat pamungkas yang diturunkan terkait riba.
Secara jelas Rasulullah telah melarang riba dengan kata-kata yang tidak ambigu (menimbulkan multitafsir). Rasulullah SAW tidak hanya memberikan larangan bagi orang yang mengambil riba saja, akan tetapi juga memberikan laknat kepada orang yang memberikan tambahan (riba), orang yang melakukan pencatatan transaksi ribawi, serta orang yang menjadi saksi dalam transaksi tersebut. Lebih lanjut, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa orang yang sengaja mengambil riba itu identik atau sama dengan orang yang melakukan perzinahan sebanyak 36 kali, atau setara dengan melakukan perzinahan dengan ibu kandungnya.[8]
Dewasa ini, banyak sekali keputusan ulama dalam konferensi internasional yang mendiskusikan permasalahan riba. Diantarannya adalah muktamar fiqh yang diselenggarakan di Paris pada 1951 dan di Kairo tahun 1965, begitu juga muktamar Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan Rabithoh Fiqh Committe yang di adakan di Kairo dan tahun 1986 di Mekkah.[9]
Namun demikian, hal ini masih menyisakan pertanyaan, hal apakah yang masih membuat masyarakat bingung untuk memahami makna riba ?. Alasannya mungkin karena syariah menggunakan kata riba dalam dua hal yang berbeda, yakni Riba Annasiah dan Riba Al-Fadl, dan masyarakat merasakan kesulitan untuk memahami arti implikasi dari keduanya.


Riba al-Nasiah
            Kata Nasiah berasal dari kata dasar (fi’il madli) nasa’a yang bermakna menunda,  menangguhkan, menunggu, atau merujuk pada tambahan waktu yang diberikan kepada peminjam untuk membayar kembali peminjamannya dengan memberikan tambahan atau nilai lebih. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa riba nasiah itu sama identiknya dengan bunga atas pinjaman.
            Esensi dari pelarangan riba nasiah memberikan impliksi pemahaman, bahwa setiap penentuan tingkat return positif atas peminjaman di awal transaksi sebagai kompensasi atas jangka waktu, adalah tidak diperbolehkan menurut syara’.[10]
            Dengan demikian secara absolut tidak terdapat perbedeaan opini diantara ulama muslim, bahwa makna riba an nasiah berkonotasi makna bunga (interest), dan dalam Islam hukumnya adalah dilarang (haram). Pelarangan tersebut bersifat tegas, absolut, dan tidak ambigu.
Riba Al-Fadl
            Walaupun Islam telah melarang riba (bunga) atas pinjaman dan memperbolehkan praktik perniagaan (jual-beli), bukan berarti semua praktik perniagaan diperbolehkan. Dengan alasan, bahwa Islam tidak hanya ingin menghilangkan unsur ketidakadilan yang secara instrinsik melekat dalam lembaga keuangan ribawi, namun juga segala bentuk ketidakjujuran ataupun ketidakadilan yang melekat pada transaksi bisnis. Nilai tambah yang diterima oleh salah satu pihak dalam perniagaan tanpa adanya nilai pembenar, dinamakan dengan riba al-fadl. Ibnu Arabi memberikan definisi riba al-fadl  dengan semua tambahan yang melebihi nilai bagi pihak lain tanpa adannya nilai pembenar atas tambahan tersebut. 


Hikmah Keharaman Riba
            Menurut Yusuf Qardhawi, para ulama telah menyebutkan panjang lebar hikmah diharamkannya riba secara rasional, antara lain :
1.    Riba berarti mengambil harta orang lain tanpa hak.
2.    Riba dapat melemahkan kreativitas manusia untuk berusaha atau bekerja, sehingga manusia melalaikan perdagangannya, perusahaannya. Hal ini akan memutuskan kreativitas hidup manusia di dunia. Hidup bergantung kepada riba yang diperolehnya tanpa usaha. Hal ini merusak tatanan ekonomi.
3.    Riba menghilangkan nilai kebaikan dan keadilan dalam utang piutang. Keharaman riba membuat jiwa manusia menjadi suci dari sifat lintah darat. Hal ini mengandung pesan moral yang sangat tinggi.
4.    Biasanya orang memberi hutang adalah orang yang kaya dan orang yang berhutang adalah orang miskin. Mengambil kelebihan hutang dari orang miskin sangat bertentangan dengan sifat Allah.[11]


Hukum bunga bank
Hukum bunga bank tergolong masalah ijtihad. Oleh karena itu, terdapat beberapa pendapat tentang hukum bunga bank dengan argumentasi masing-masing. Pertama, kelompok muharrimun (yang menhukumi haram secara mutlak), kedua kelompok yang mengharamkan jika bersifat konsumtif jika produktif boleh. Ketiga muhallilun (yang menhalalkan) dan keempat kelompok yang memnganggap syubhat (belom pasti keharamannya dan kehalalannya).[12] 


[1] Prof.DR.H.ABDUL RAHMAN GHAZALY,M.A,DRS.H. GHUFRON IHSAN, M.A, DRS. SAPIUDIN SHIDIQ,M.A. FIQH MUAMALAT,(jakarta:Kencana Prenada Media Group,2010),hlm.218
[2]SATRIA EFENDI, Riba Dalam Pandangan Fiqh, (jakarta:Hikmah Syahid Indah,1988),hlm.147
[3]Opcit,Prof.DR.H.ABDUL RAHMAN GHAZALY,M.A hlm.219
[4]Ibid,hlm.219
[5] DIMYATI DJUWAINI, Pengantar fiqh muamalat,(yogyakarta: pustaka pelajar,2008) hlm: 189
[6] Ibid, hlm : 190
[7] Lihat juga dalam Al-Baqarah ayat 280-81
[8] Opcit DIMYATI DJUWAINI, hlm : 191
[9] Ibid, hlm : 194
[10]Ibid, hlm : 195   
[11] YUSUF QARDHAWI,  al-halal wa haram (Beirut: Maktabah Al-Islamy,1994), hlm 242-243
[12] Prof.DR.H.ABDUL RAHMAN GHAZALY,M.A,DRS.H. GHUFRON IHSAN, M.A, DRS. SAPIUDIN SHIDIQ,M.A. FIQH MUAMALAT,(jakarta:Kencana Prenada Media Group,2010),hlm 230

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Blogger templates

Blogroll

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates

Copyright © Jejak Pena Kirana -Black Rock Shooter- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan